Dua studi itu melihat penurunan kognisi dan stres yang dirasakan pada orang dewasa China Amerika yang berusia paling tidak 60 tahun. XinQi Dong, direktur Institut Kesehatan, Kebijakan Perawatan Kesehatan, dan Penelitian Penuaan Universitas Rutgers, menjelaskan bahwa kelompok ras dan etnis minoritas secara khusus rentan terhadap dampak negatif dari kesehatan mulut yang buruk. "Minoritas kurang memiliki akses untuk pencegahan dan perawatan gigi, yang semakin diperburuk oleh hambatan bahasa dan status sosial ekonomi yang rendah," katanya. Dong melanjutkan, bahwa orang China Amerika yang lebih tua berisiko mengalami gejala kesehatan mulut, karena kurangnya asuransi gigi atau tidak secara teratur mengunjungi klinik gigi.
Ada 2.700 orang China Amerika dari Studi Populasi Lansia China di Chicago yang diwawancarai dalam studi ini. Pada studi pertama, para peserta ditanya tentang kesehatan mulut mereka dan diberikan lima tes kognitif untuk menyelesaikannya. Pada studi kedua, mereka ditanya apakah mereka pernah memiliki masalah mulut kering, mengukur tingkat stres mereka, dukungan sosial, dan tekanan sosial menggunakan skala yang telah ditentukan. Dari total jumlah peserta yang diperiksa, hampir setengah melaporkan gejala terkait gigi dan lebih dari 25 persen mengatakan mereka pernah mengalami mulut kering. Tidak ada hubungan signifikan antara gusi dan masalah kognitif yang ditemukan, tetapi hubungan antara penurunan kognisi dan gejala penyakit gigi ditemukan dalam penelitian ini, termasuk mulut kering yang dirasakan ketika stres.
Namun, para peneliti yakin bahwa subyek mungkin tidak melaporkan masalah gusi karena merasa mereka kurang bermasalah. Tim percaya, bahwa hasil studi mereka mengundang pemahaman yang lebih baik tentang kesehatan mulut dan pengaruh psikososial dari populasi yang diperiksa, dan bahwa memastikan kondisi kesehatan oral dari orang China Amerika berusia tua harus menjadi tujuan utama mereka. Menurut Weiyu Mao, penulis studi dan asisten profesor di Sekolah Kerja Sosial Universitas Nevada, intervensi harus melampaui faktor risiko yang biasa, seperti kondisi dan perilaku kesehatan dan menjelaskan faktor penentu psikososial seperti stres dan dukungan sosial. "Upaya inklusif seperti ini bahkan dapat mengurangi penurunan kognitif," kata Mao.
No comments:
Post a Comment