'Bang Toyib' dan Nasib Perempuan di RUU Ketahanan Keluarga

Jakarta,-- Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga tengah ramai diperdebatkan karena banyak aturan kontrovensial di dalamnya.
Dalam draf yang beredar, RUU itu mengatur sejumlah hal. Mulai dari peran suami istri, kewajiban suami istri, penyimpangan seksua;, bahkan hingga soal donor sperma.
Salah satu yang kontroversial adalah peran perempuan pada Pasal 25 ayat (3). Dalam aturan itu ditulis istri hanya tiga tugas yang berkaitan dengan urusan dosmetik keluarga:
a. wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya;
b. menjaga keutuhan keluarga; serta
c. memperlakukan suami dan anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundnag-undnagan
RUU Ketahanan Keluarga ini diketahui telah masuk dalam Prolegnas Prioritas 2020. Saat ini, RUU sedang dalam proses harmonisasi di Baleg DPR RI sebelum masuk tahap pembahasan
Draf aturan ini diajukan oleh lima politikus, yaitu Netty Prasetiyani dan Ledia Hanifa dari Frakai PKS, Endang Maria Astuti dari Fraksi Partai Golkar, Sodik Mudjahid dari Fraksi artai Gerindra, serta Ali Taher dari Fraksi PAN.
Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin justru mempertanyakan pengajuan RUU Ketahanan Keluarga ini. Sebab, selama ini sebenarnya sudah ada undang-undnag lain yang mengatur hal serupa yang ada di dalam RUU tersebut.
Misalnya soal keluarga serta hak kewajiban suami istri yang sudah diatur dalam Undnag-Undnag Perkawinan. Kemduian soal kekerasan terhadap anak, juga sudah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.
"Jadi apa (tujuan) sehingga segitu perlunya dibikin RUU," kata Mariana, Kamis (20/2).
Mariana berpendapat RUU Ketahanan Keluarga ini tak hanya berpotensi tumpang tindih dengan aturan atas undang-undang lain. Tetapi, undang-undnag ini bisa tak memiliki fungsi sama sekali jika nantinya telah disahkan.
"Tidak ada fungsinya sebetulnya karena untuk gagasan RUU seperti itu menurut kami sebaiknya di tataran penyuluhan dan sebagainya di masyarakat, tidak perlu dalam bentuk hukum yang tinggi," tuturnya.
Diketahui, beberapa pihak menilai bahwa RUU ini dianggap terlalu masuk ke ranah Privasi. Menurut Mariana, sebenarnya tak ada salahnya sebuah aturan hukum mengatur ranah privasi seseorang.
Namun, dikatakan Mariana, aturan hukum bisa masuk ke dalam ranah privasi seseorang jika ada potensi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Tapi, soal KDRT pun sebenarnya sudah ada aturan yang mengaturnya.Yakni Undang-Undang Pengahpusan KDRT. "Ranah privasi bisa diinterverensi selama ada bahaya sehingga perlu dilindungi untuk korbannya," ucap Mariana.
Tak Bertujuan Jelas
Dihubungi terpisah, penelitian Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus juga menyebut RUU Ketahanan Keluarga tak memiliki tujuan jelas.
Lucius merujuk pada tujuan RUU yang tercantum pada pasal 4. Dalam pasal itu, disebutkan salah satu tujuannya yakni untuk menciptakan keluarga tangguh yang mempu mengatasi persoalan internal keluarganya secara mandiri .
Selain itu, menangkal gangguan yang berasal dari luar dengan berpegangan teguh pada prinsip keluarga dan nilai-nilai keluarga.
Lucius merujuk pada tujuan RUU yang tercantum pada pasal 4. Dalam pasal itu, disebutkan salah satu tujuannya yakni untuk menciptakan keluarga tangguh yang mampu mengatasi persoalan internal keluarganya secara mandiri.
Selain itu, menangkal gangguan yang berasal dari luar dengan berpegang teguh pada prinsip keluarga dan nilai-nilai keluarga.
Lucius berpendapat setiap orang yang membangun keluarga sebenarnya telah secara sadar mengetahui apa yang menjadi tanggung jawabnya.
"Sebetulnya sudah dipikirkan oleh mereka yang akan membentuk rumah tangga, jadi saya tidak tahu di mana urgensi undang-undnag ini yang dipikirkan oleh para pengusul RUU," ujar Lucius.
Senada dengan Mariana, Lucius juga menyebut sejumlah hal yang diatur dalam RUU Ketahanan Keluarga ini sebenarnya telah diatur oleh undang-undang lain.
Merujuk pada hal tersebut, lagi-lagi Lucius menilai bahwa RUU ini tidak memiliki tujuan yang jelas.
Lucius menyebut jika sejak awal tujuannya saja tidak jelas, maka bisa saja aturan-aturan di dalam RUU ini juga tidak jelas penerapannya. "Kalau dari awal sudah tidak jelas bagaimana kita mau mengharapkan pasal-pasal dalam RUU ini juga punya arah yang jelas," katanya.
Lebih lanjut, disampaikan Lucius, semestinya pengusul RUU memikirkan secara matang sebelum membuat usulan. Apalagi, selama ini DPR juga telah banyak membuat undnag-undang yang justru tumpang tindih sehingga akhirnya tak berfungsi.
Sebelumnya, salah seorang perumus Rancangan Undang-undang atau RUU Ketahanan Keluarga, Ali Taher Parasong, menyebut kisah Bong Toyib yang populer lewat lagu dangdut sebagai salah satu contoh alasan perumusan RUU tersebut.
Dalam lagu itu diceritakan seorang suami yang tak pernah pulang.
Ali mengatakan saat ini kondisi kehidupan perkawinan di Indonesia perlu perhatian. Sebab banyak terjadi ketidakharmonisan keluarga yang berujung pada kasus perceraian.
"Sekarang suami meninggal, dia meninggalkan anak, meninggalkan istri yang tidak bekerja atau meninggalkan beban tanggung jawab sosial dia kepada istri, tidak pulang-pulang, Bang Toyib," kata Ali saat ditemui di Kompleks Parlemen Jakarta, Kamis (20/2).
No comments:
Post a Comment