Memori Komunisme Albania di Tengah Ramadan dan Lockdown




Memori Komunisme Albania di Tengah Ramadan dan Lockdown


Jakarta,-- Terjebak di dalam flat saat Ramadan tahun ini akibat kebijakan lockdown demi cegah penularan virus corona (Covid-19) di Albania, secara tak langsung mengembalikan memori Osman Hoxha, 81, pada masa di mana negeri itu dikuasai rezim komunis.

Osman yang tinggal di Ibukota Albania, Tirana itu menceritakan lembaran hitam negara tersebut di masa lampau--saat era komunisme--di mana mempraktikkan ajaran agama bisa berisiko kematian.

Pada Ramadan tahun ini, seperti halnya di seluruh dunia, urmah-rumah ibadah termasuk masjid--ditutup dan warga diimbau beribadah di rumah demi mencegah penyebaran wabah virus corona.

Sepinya rumah ibadah, bagi genarasi tua Albania seperti Osma, mengingatkan kembali masa ketika rezim komunis di bawah Enver Hoxha berkuasa selama empat dekade dari 1940an.

"Kami harus salat di balik tembok rumah kami karena takut berakhir di penjara, atau dihukum mati," kenang Osman seperti dikutip dari AFP.

"Selama rezim komunis kami harus mempraktikkan puasa diam-diam karena jika orang melihat kami, itu bisa membahayakan nyawa kami, seperti sekarang kita berisiko mati akibat sebuah virus," tambah istri Osman, Minire, 74.

Memori Komunisme Albania di Tengah Ramadan dan Lockdown

Untuk diketahui, enver Hoxha, menghadapi motto yang menyatakan agama adalah candu. Dia pun mendeklarasikan Albania sebagai negara atheis--yang pertama di dunia--pada 1967.

Selama 40 tahun di bawah kepemimpinannya, ratusan masjid dan gereja di Albania dihancurkan atau dialih fungsikan. Lusinan pendeta dan ulama dihukum untuk kerja paksa, dan banyak di antaranya meninggal di penajra atau dibunuh regu tembak.

Total, diperkirakan sekitar 6.000 orang dieksekusi rezim Enver Hoxha dengan tuduhan kejahatan dari mulai pengkhianatan, perjalanan ke luar negeri, hingga mempraktikkan keyakinan beragama.

Memori Komunisme Albania di Tengah Ramadan dan Lockdown

Puluhan ribu lagi dikirim ke penjara atau kamp kerja paksa. Satu di antara yang harus mengikuti kerja paksa itu adalah Osman.

Kala itu, Osman yang masih remaja pada 1960an dipaksa bekerja mengahancurkan batu. Ia masuk ke kamp itu setelah kakaknya kabur dari negeri itu yang mengakibatkan anggota keluarganya ditangkap dan dihukum.

Meskipun berada di bawah bayang-bayang ketakutan rezim, Osman dan keluarganya tetap memelihara dan menjaga imam mereka. Mereka mempraktikkan ajaran-ajranislamsecara rahasia hingga rezim tumbang, dan kebebasannberibadah terbuka kembali pada awal dekade 1990an.

Berdasarkan data kependudukan terkini Albania, di sana saat ini ada lebih setengah dari populasi 2,6 juta jiwa Albania adalah muslim, dan sisanya penganut agama lain. Salah satu contoh adalah pemeluk katolik dan Kristen Ortodoks yang diperkirakan 30 persen dari populasi.

Hari ini, di saat harus hanya kembali bisa beribadah di rumah akibat pandemi corona, Osman mengaku teknologi telah  sangat membantu--teritama dalammenjalin silaturahmi.

Sebelumnya, keluarga besar Osman selalu melewatkan hari pertama Rmadan dengan melakukan buka puasa bersama. Setidaknya, 20 orang melaksanakan iftar di meja makan bersama-sama.

Tapi, tahun ini jumlah anggota grup itu turun, Osman dan istrinya berbuka puasa hanya ditemani anak, menantu, dan cucu-cucu merek ayang kebetulan tinggal di satu flat. Merek apun hanya bisa bertemu dengan anggota keluarga lain via telepon video.

Setelah berbuka puasa, Osman menjadi imam salat berjamaah untuk anak dan dua cucunya. Mereka salat di ruang jeluarga, karena masjid saat ini ditutup akibat pandemi corona.
Share:

Related Posts:

No comments:

Post a Comment