Anak Party di Berlin Diminta Libur Dugem Sementera



Anak Party di Berlin Diminta Libur Dugem Sementara


Jakarta,-- Berlin telah lama terkenal dengan budaya pestanya yang meriah, tetapi ketika wabah virus corona COVID-19 mulai menghantaui, ibu kota Jerman itu khawatir akan reputasinya sebagai pusta kehidupan malam dunia.

"Anda tahu kita gemar pesta yang meriah, tapi wabah ini sudah memberi efek yang terlalu jauh," gurau klub malam Sisyphos di situs webnya, yang kini bergabung dengan barisan kelab malam populer di Berlinyang tutup sejak akhir pekan kemarin.

Polisi mulai menutup bar, pub dan kelab malam di seluruh kotak sejak Sabtu (14/3) malam, membuat banyak pelaku indutri hiburan Jerman khawatir akan masa dengan bisnis mereka.

Karena jumlah pernapasan dikonfirmasi terus meningkat di Jerman dan terutama di Berlin, pejabat kota melakukan langkah-langkah untuk memperlambat penyebaran virus.

"Dari 263 kasus yang dikonfirmasi di Berlin, 42 kasus yang ditelusuri berasal dari kelab malam," kata senator kesehatan negara, Dilek Kalayci ketika ia mengumumkan larangan baru pada semua acara publik.

"Ini bukan waktu yang tepat untuk berpesta," 

Peraturan baru itu, yang diberlakukan bioskop, pusat judi, kolamrenang, pusat rekreasi, dan rumah bordil -- bisnis yang legal di Jerman.

Acara pertemuan pribadi yang dihadiri 50 orang diperbolehkan, selama tuan rumah memberi daftar identitas tamu kepada pihak berwenang.

Dikutip dari media lokal, beberapa bar telah menggunakan cara tersebut, dengan rencana untuk mempersilahkan 49 pelanggan terdaftar untuk datang dalam satu waktu atau menginzinkan pelanggan datang dengan perjanjian sebelumnya.

Namun bagi para kaum hedon di Berlin, penutupan tempat kongko bearti bencana keuangan dan kemungkinan kehancuran.

Ancaman eksistensial

Sektor kelab malam di Berlinsnagat khawatir bisnisnya bakal terpukul oleh wabah virus corona.

Komunitas musik techno di sana mulai berkembang tepat steelah runtuhnya Tembok Berlin, dna kelab malam seperti Kitkat, Berghain dan Sisyphos sekarang mendatangkan puluhan riu wisatawan ke kota setiap tahunnya.

"Bagi kami, ini adalah krisi terbesar sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua, industri hiburan belum pernah memiliki ancaman sebesar itu," kata Lutz Leichsenring dari asosiasi industri tempat hiburan lokal, Clubcommission.

"Ada kemungkinan bahwa pada akhir krisis ini,gemerlapnya hiburan malam di Berlin akan senyap," katanya.

Sementara teater, orkestra dan gedung opera juga terpaksa menutup pintu mereka, mereka dapa kembali menggunakan dana publik jika krisis berlanjut.

"Perbedaan antara kami dan lembaga budaya kota lainnya yang telah ditutup adalah bahwa mereka didanai oleh pajak, sedangkan kami berikan didanai oleh tamu kami," kata Leichsenring.

Selain ancaman kehilangan pendapatan, pemilik tempat hiburan juga masih dihadapkan dengan biaya operasional yang tinggi, banyak pemilik kelab malam khawatir bahwa virus bisa memaksa tempat usaha mereka tutup selamanya.

"Ini adalah ancaman eksinstensial bagi kita. Saat ini sepertinya kita bisa terus berjalan selama empat hingga lima minggu dengan jumlah uang jumlah uang yang tersedia, tetapi setelah itu pasti berakhir," Florian winkler-Ohm, direktur pelaksana kelab malam khusus gay, Klub SchwuZ.

Situasi itu juga membawa malapetaka bagi para seniman lepas, tambahnya. 

Clubcommission sekarang dalam diskusi dengan otoritas kota mengenai kemungkinan paket kompensasi.

Namun tanpa bantuan negara, kelab malam seperti SchwuZ akan terpaksa mengandalkan penggalangan danadan kreativitas online untuk selamat dari krisis, Winkler-Ohm mengatakan kepada harian Tagesspiegel.

Di Sisyphos, sementara itu, para clubbers berusaha untuk tetap positif.

"Kami berharap bisa sesegara mungkin gila-gilaan lagi dengan anda, dan akan menggunakan waktu penutupan ini untuk membuat kelab kami lebih heboh," tulis pengelola dalam situsnya.
Share:

No comments:

Post a Comment

Labels